Profil I Gusti Ngurah Rai
Nama : I Gusti Ngurah Rai
Lahir : Petang, Kabupaten Badung, Bali, Hindia Belanda | 30 Januari 1917
Meninggal : Marga, Tabanan, Bali |
20 November 1946
Makam : Taman Makam Pahlawan Margarana Bali
Agama : Hindu
Biografi I Gusti Ngurah
Rai
I Gusti Ngurah Rai, adalah pahlawan nasional dari daerah Bali. Terkenal dengan gagasan
perangnya yakni Puputan Margarana yang berarti perang secara habis-habisan di
daerah Margarana (Kecamatan di pelosok Kabupaten Tabanan, Bali). Memiliki darah
pejuang dengan tanah kelahiran Badung, Bali pada 30 Januari 1917. Ia merupakan
anak camat yang bernama I Gusti Ngurah Palung. Hal ini pula yang menjadikan ia
berkesempatan untuk bersekolah formal di Holands Inlandse School (HIS).
Diawali dengan
perjalanan pendidikannya di masa kecil. I Gusti Ngurah Rai memilih untuk
mengawali pendidikan formalnya di Holands Inlandse School di Bali.
Setelah tamat dari HIS ia melanjutkan ke MULO (setingkat Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama) di Malang. Selanjutnya ia memperdalam ilmu kemiliterannya di
Prayodha Bali, Gianyar dilanjutkan pendidikan di Corps Opleiding Voor Reserve
Officieren (CORO) di Magelang dan pendidikan Arteri Malang. Berkat pendidikan
militer yang banyak serta kecerdasan yang ia miliki, ia sempat menjadi intel
sekutu di daerah Bali dan Lombok.
Berlanjut pada masa
perjuangan melawan penjajah kolonial. Setelah pemerintahan Indonesia merdeka, I
Gusti Ngurah Rai membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Sunda Kecil dan di
Bali dan memiliki pasukan bernama Ciung Wanara. Pasukan ini dibentuk untuk
membela tanah air guna melawan penjajah di daerah Bali. Sebagai seorang
Komandan TKR di Sunda Kecil dan, ia merasa perlu untuk melakukan konsolidasi ke
Yogyakarta yang menjadi markas TKR pusat. Sampai di Yogyakarta I Gusti Ngurah
Rai dilantik menjadi komandan Resimen Sunda Kecil berpangkat Letnan Kolonel.
Sekembalinya dari Yogyakarta dengan persenjataan, I Gusti Ngurah Rai mendapati
Bali telah dikuasai oleh Belanda dengan mempengaruhi raja-raja Bali.
Berlanjut dengan
meletusnya perang di Bali. Setelah kepulangannya dari Yogyakarta Ia mendapati
pasukan Belanda dengan 2000 pasukan dan persenjataan lengkap dan pesawat
terbang siap untuk menyerang I Gusti Ngurah Rai dengan pasukan kecilnya.
Bersama dengan pasukan Ciung Wanaranya, I Ngurah Rai berhasil memukul mundur
pasukan Belanda pada saat itu pada tanggal 18 November 1946. Namun hal ini
justru membuat pihak Belanda menyiapkan bala tentara yang lebih banyak dari
Pulau Jawa, Madura dan Lombok untuk membalas kekalahannya. Pertahanan I Gusti
Ngurah Rai berhasil dipukul mundur dan hingga akhirnya tersisa pertahanan Ciung
Wanara terakhir di desa Margarana. Kekuatan terakhir ini pun dipukul mundur
lantaran seluruhnya pasukannya jatuh ke dasar jurang. Hal ini pulalah yang
diabadikan dengan istilah puputan Margarana (perang habis-habisan di daerah
Margarana) pada tanggal 20 November 1946.
Berkat usaha yang gigih
memperjuangkan Bali untuk masuk menjadi kekuasaan Indonesia (sesuai kesepakatan
Linggarjati hanya Sumatra, Jawa, dan Madura yang masuk kekuasaan Indonesia)
Ngurah Rai mendapat gelar Bintang Mahaputra dan dan kenaikan pangkat
menjadi Brigjen TNI (Anumerta). Ia meninggal pada usia 29 tahun dan
memperoleh gelar pahlawan nasional berdasarkan SK Presiden RI No. 63/TK/1975
tanggal 9 Agustus 1975. Namanya pun diabadikan menjadi nama Bandara di kota
Bali.
Pendidikan I Gusti Ngurah
Rai
- HIS, Denpasar
- MULO, Malang
- Prayodha Bali, Gianyar, Bali
- Corps Opleiding Voor Reserve Officieren (CORO), Magelang
- Pendidikan Artileri, Malang
Karir I Gusti Ngurah Rai
- Brigjen TNI (anumerta)
- Letnan Kolonel
- Letnan II
Penghargaan I Gusti Ngurah
Rai
- Bintang Mahaputra
- Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI no 63/TK/1975 tanggal 9
Agustus 1975
Tidak ada komentar:
Posting Komentar