Jumat, 19 Desember 2014
Selasa, 02 Desember 2014
Cerpen Remaja
“Assalamu’alaikum, Ayla”, suara
yang tak asing itu mengagetkanku di kala aku tengah asyik dengan lantunan indah
ayat suci Al Quran.
“ Wa’alaikumussalam”. Masih
dengan mukena yang kukenakan pada waktu salat Ashar. Belum sempat aku membuka
mukena dan menata jilbabku.
“MasyaAllah!”, kata itu seolah memberi isyarat untuk diam
sejenak. Angin seakan tak berhembus lagi, nafas seolah tersendat, jantung
berhenti berdetak dan seolah aliran darah ini membeku.
Ku tundukkan pandangan haram ini.
Air mataku menetes perlahan. Membanjiri relung – relung hati. Dan meredam api
yang tak pernah padam. “Allah sungguh perencana yang terbaik… “, kataku dalam
hati. “ Seharusnya kita menemui Abi dulu”, dengan sekuat tenaga aku mencoba
memotong pembicaraannya. Kulepaskan mukena, dan bergegas ke tempat Abi.
“Assalamu’alaikum”, aku bergegas
masuk ke kamar dengan air mata yang tak kunjung berhenti menetes.
“Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Ada apa, Nduk? Kuabaikan pertanyaan Abi.
“ Oalah cah bagus, sehat, Nak?”, suara itu terdengar samar – samar
dari jendela kamarku. “Alhamdulillah Abi, saya sehat.” Suara yang akrab di
telingaku 6 tahun silam, kini terdengar lagi. Suara yang hampir hilang dan
berusaha kulupakan. Kini bagaikan air di tanah kering. Menghidupkan lagi rasa
yang pernah dan akan mati.
Cerpen Remaja (2)
Ku gendong tas hitamku.
Di dalamnya telah ku siapkan peralatan perangku malam lalu. Sebatang pensil 2B
sudah terasah tajam, sebatang penghapus putih, 2 ballpoint, serta tip-ex telah
siap. Matahari baru bangun. Ia mengintipku yang tengah akan berangkat dari
balik awan. Aku akan pergi ke medan perang, Ujian Penerimaan Siswa Baru di
Sekolah Menengah Pertama. Dengan mengendarai motor tua ayahku, aku telusuri
jalan demi jalan. Motor yang setia mengantarku selama 9 tahun ini sebentar lagi
akan memiliki rute baru.
Langganan:
Postingan (Atom)