Pemakaian
kata-kata kiasan dan perbandingan yang tepat untuk melukiskan suatu maksud
untuk membentuk plastik bahasa.
Plastik bahasa:
daya cipta pengarang dalam membuat cipta sastra dengan mengemukakan pemilihan
kata yang tepat memungkinkan “tenaga” yang sesuai dengan buah pikiran dan
perasaan yang terkandung dalam karya itu.
•
Gaya bahasa perbandingan
1. Metafora: membandingkan
suatu benda dengan benda lain karena mempunyai sifat yang sama atau hampir
sama.
Raja
siang telah pergi ke peraduannya.
2. Personifikasi:
membandingkan benda mati atau tidak dapat bergerak seolah-olah bernyawa dan
dapat berperilaku seperti manusia.
Angin
berbisik membelai gadis itu.
3. Asosiasi:
membandingkan sesuatu dengan keadaan lain yang sesuai dengan keadaan/gambaran
dan sifatnya.
Wajahnya
muram bagai bulan kesiangan.
4. Alegori: membandingkan
sesuatu secara utuh, membentuk kesatuan secara menyeluruh.
Pasangan
itu telah mengarungi bahtera hidup selama bertahun-tahun.
5. Parabel: membandingkan
dengan menggunakan perumpamaan dalam hidup. Gaya bahasa ini terkandung dalam
seluruh isi karangan, dengan halus tersimpul berupa pedoman hidup.
Mahabarata,
Ramayana, Hikayat Si Miskin
6. Tropen: membandingkan
suatu pekerjaan atau perbuatan dengan kata-kata lain yang mengandung pengertian
yang sejalan.
Ia
mengubur dirinya saja sejak peristiwa itu.
7. Metonimia: mengemukakan
merek dagang atau nama barang untuk melukiskan sesuatu yang dipergunakan atau
dikerjakan, sehingga kata itu berasosiasi dengan benda keseluruhan.
Ia
naik honda bebek ke sekolah.
8. Litotes: melukiskan
keadaan dengan kata-kata yang berlawanan artinya dengan kenyataan yang
sebenarnya guna merendahkan diri.
Datanglah
ke gubuk orang tuaku.
9. Sineckdoche:
a) Pars prototo:
melukiskan sebagian untuk keseluruhan
Sejak
tadi dia tidak kelihatan batang hidungnya.
b) Totem proparte:
melukiskan keseluruhan untuk sebagian.
Indonesia
keluar sebagai juara umum dalam Asean Games.
10. Eufimisme: mengganti
satu pengertian dengan kata lain yang hampir sama artinya dengan maksud untuk
menghindarkan pantang atau sopan santun.
Rupanya
anak Saudara kurang pandai, sehingga tidak naik tahun ini.
11. Hiperbola: melukiskan
peristiwa atau kejadian dengan cara berlebih-lebihan dari yang sesungguhnya.
Hatiku
terbakar, darahku terasa mendidih,
mendengar berita itu.
12. Alusio: mempergunakan
ungkapan atau peribahasa yang sudah lazim dipergunakan orang.
Kakek
itu tua-tua keladi, sudah tua makin menjadi.
13. Antonomasia:
menyebutkan nama lain terhadap seseorang yang sesuai dengan sifat orang
tersebut.
Si
Gendut sudah datang.
14. Prifrase: mengganti
sebuah kata dengan beberapa kata atau kalimat.
Kami
baru sampai ketika matahari akan tenggelam di ufuk barat
•
Gaya bahasa penegasan
1. Pleonasme: menggunakan
sepatah kata yang sebenarnya tidak perlu dikatakan lagi karena arti kata
tersebut sudah terkandung dalam kata yang diterangkannya.
Ia
naik ke atas.
2. Repetisi: mengulang
sepatah kata berkali-kali dalam kalimat yang lain dan biasanya dipergunakan
oleh ahli pidato.
Cinta adalah keindahan. Cinta adalah kebahagiaan. Cinta adalah
pengorbanan.
3. Paralelisme: digunakan
dalam puisi dengan mengulang kata-kata.
a) Anapora: menempatkan
kata atau kelompok kata yang sama di depan larik-larik dalam puisi secara
berulang-ulang.
Kalau
‘lah diam malam yang kelam
Kalau
‘lah tenang sawang yang lawang
Kalau’lah lelap orang di lawang
b) Epipora: menempatkan
kata atau kelompok kata yang sama pada akhir larik dalam puisi secara
berulang-ulang.
Kalau
kau mau, aku akan datang
Jika
kau kehendaki, aku akan datang
Bila
kau minta, aku akan datang
4. Tautologi: mengulang
kata beberapa kali dalam sebuah kalimat.
Disuruhnya aku bersabar, bersabar, dan sekali lagi bersabar,
tetapi kini aku tak tahan lagi.
5. Klimaks: menyatakan
beberapa hal berturut-turut makin lama makin memuncak.
Sejak menyemai benih, tumbuh, hingga menuainya, aku sendiri
yang mengerjakannya.
6. Antiklimaks:
menyatakan beberapa hal berturut-turut makin lama makin melemah atau menurun.
Jangankan
seribu, seratus, serupiah pun tak ada.
7. Retoris: menggunakan
kalimat tanya yang sebenarnya tidak memerlukan jawaban karena sudah
diketahuinya.
Siapakah
yang melarangmu berbuat bijak?
8. Asindenton: menyatakan
beberapa benda, hal, atau keadaan berturut-turut tanpa memakai kata penghubung.
Kemeja,
kaos kaki, sepatu dibelinya di toko itu.
9. Polisindenton:
menyatakan beberapa benda, hal, atau keadaan berturut-turut dengan memakai kata
penghubung.
Sebelum naik ke rumah, maka ditanggalkannya sepatunya, karena
takut akan mengotori lantai.
10. Interupsi:
mempergunakan kata-kata atau bagian kalimat yang disisipkan di antara kalimat
pokok guna memperjelas atau menekankan bagian kalimat sebelumnya.
Aku, orang yang sudah sepuluh tahun bekerja di sini, tidak
pernah diberi hadiah.
11. Praterito:
menyembunyikan sesuatu serta seolah-olah menyeluruh, pembaca harus menerka apa
ya ng disembunyikan itu. (Biasanya pembaca sudah dianggap memakluminya)
Kekacauan yang ditimbulkan peristiwa tersebut, tidak usah saya
ceritakan lagi.
12. Enumerasio: melukiskan
suatu peristiwa agar keseluruhan maksud kalimat lebih jelas dan lugas.
Angin
berembus, laut tenang, bulan memancar lagi.
•
Gaya bahasa pertentangan
1. Paradoks: kelihatan
hanya pada arti kata yang berlawanan, padahal maksud sesungguhnya tidak karena
objeknya yang berlainan.
Hatinya
sunyi tinggal di kota Jakarta yang ramai ini.
2. Antitesis: menggunakan
kata-kata yang berlawanan artinya.
Cantik atau tidak, kaya atau miskin bukanlah suatu ukuran
nilai seorang wanita.
3. Okupasi: pertentangan
yang mengandung bantahan, tetapi kemudian diberi penjelasannya.
Candu merusak kehidupan, itu sebabnya pemerintah mengawasinya dengan keras. Tetapi si pecandu
tetap tidak dapat menghentikan kebiasaannya.
4. Kontrakdisio
determinis: pertentangan yang memperlihatkan pertentangan dengan penjelasan
sebelumnya
Semua
siswa hadir, kecuali satu orang sakit.
•
Gaya bahasa sindiran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar