SEJARAH KELAHIRAN NABI (MAULID NABI)
Terdapat perbedaan pendapat ahli
sejarah Nabi Muhammad (sirah) tentang tanggal kelahiran. Satu hal yang pasti,
Nabi Muhammad lahir pada bulan Rabiul Awal menurut mayoritas Ahli
Sejarah. Para ahli sejarah Nabi sepakat bahwa Nabi Muhammad lahir di Mekah
pada hari Senin bulan Rabiul Awal bertepatan dengan tanggal 26 April 570 atau
571 masehi. Penduduk Mekah sependapat bahwa Nabi Muhammad SAW dilahirkan pada
hari Senin bulan Rabiul Awal bertepatan dengan tanggal 26 April 570 atau 571
masehi Awal tahun Gajah (50 hari setelah penyerangan pasukan Gajah dari Yaman).
PERJALANAN HIDUP RASULULLAH
Pada saat masyarakat Arab dalam
suasana kegelapan (jahiliyyah), lahirlah seorang bayi pada 12 Rabiul Awal tahun
Gajah di kota Mekkah, di bagian Selatan Jazirah Arab, suatu tempat yang ketika
itu merupakan daerah paling terbelakang di dunia, jauh dari pusat perdagangan,
seni, maupun ilmu pengetahuan. Bayi yang dilahirkan akan membawa perubahan
besar bagi sejarah peradaban manusia. Ayah bayi tersebut bernama Abdullah bin
Abdul Mutallib meninggal dalam perjalanan dagang di Madinah, yang ketika
itu bernama Yastrib, ketika Muhammad masih 7 bulan dalam kandungan ibunya.
Ia meninggalkan harta lima ekor unta, sekawanan biri-biri dan seorang budak
perempuan bernama Ummu Aiman yang kemudian mengasuh Nabi.. Ibunya
bernama Aminah binti Wahab. Kehadiran bayi itu disambut dengan penuh kasih
sayang dan dibawa ke ka’bah, kemudian diberi nama Muhammad, nama yang belum
pernah ada sebelumnya.
Selepas itu Muhammad disusukan
selama beberapa hari oleh Thuwaiba, budak suruhan Abu Lahab sementara menunggu
kedatangan wanita dari Banu Sa’ad. Adat menyusukan bayi sudah menjadi kebiasaan
bagi bangsawan-bangsawan Arab di Mekah. Akhir tiba juga wanita dari Banu Sa’ad
yang bernama Halimah bin Abi-Dhuaib yang pada mulanya tidak mau menerima karena
Muhammad seorang anak yatim. Namun begitu, Halimah membawa pulang juga Muhammad
ke pedalaman dengan harapan Tuhan akan memberkati keluarganya. Sejak diambilnya
Muhammad sebagai anak susuan, kambing yang diternakkan dan susu kambing-kambing
tersebut semakin melimpah. Muhammad telah tinggal selama 2 tahun di Sahara dan
sesudah itu Halimah membawa kembali kepada Ibunya Aminah dan membawa pulang
kembali ke pedalaman.
Pada usia dua tahun, Muhammad
didatangi oleh dua orang malaikat yang muncul sebagai lelaki yang berpakaian
putih. Mereka bertanggung jawab untuk membedah Muhammad. Pada ketika itu,
Halimah dan suaminya tidak menyadari hal tersebut. Hanya anak mereka yang
sebaya menyaksikan kedatangan kedua malaikat tersebut lalu mengabarkan kepada
Halimah. Halimah lantas memeriksa keadaan Muhammad, namun tak ada tanda-tanda
keanehan yang ditemuinya.
Muhammad tinggal di pedalaman
bersama keluarga Halimah selama lima tahun. Selama itu Muhammad mendapat kasih
sayang, kebebasan jiwa dan penjagaan yang baik dari Halimah dan keluarganya.
Sesudah itu dibawa pulang kepada Kakeknya Abdul Mutalib di
Mekah. Kakeknya, Abdul Mutallib sangat mencintai Muhammad. Ketika Aminah
membawa anaknya itu ke Madinah untuk bertemu dengan saudara-saudaranya, mereka
ditemani oleh Ummu Aiman, budak suruhan perempuan yang ditinggalkan oleh ayah
Muhammad. Muhammad ditunjukkan tempat wafatnya Abdullah serta tempat dia
dikuburkan.
Sesudah sebulan mereka berada di
Madinah, Aminah pun bersiap sedia untuk pulang semula ke Mekah. Dia dan
rombongannya kembali ke Mekah menaiki dua ekor unta yang memang dibawa dari
Mekah semasa mereka datang dahulu. Namun begitu, ketika mereka sampai di Abwa,
ibunya pula jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia lalu dikuburkan di situ juga. Muhammad
dibawa pulang ke Mekah oleh Ummu Aiman dengan perasaan yang sangat sedih. Maka
jadilah Muhammad sebagai seorang anak yatim piatu. Tinggallah Muhammad dengan
Kakek yang dicintainya dan saudara-saudara ayahnya.
Kegembiraannya bersama Kakek Muhammad
tidak bertahan lama. Ketika Muhammad berusia delapan tahun, Kakeknya meninggal
dunia. Kematian Abdul Mutallib menjadi satu kehilangan besar bagi Bani Hashim.
Dia mempunyai keteguhan hati, berwibawa, pandangan yang luas, terhormat dan
berpengaruh di kalangan orang Arab. Beliau selalu menyediakan makanan dan
minuman bagi para tamu yang berziarah dan membantu penduduk Mekah yang dalam
kesulitan. Selepas meninggalnya Abdul Mutallib, Pamannya Abu Talib
mengambil alih tugas ayahnya untuk menjaga anak saudaranya. Walaupun Abu Talib
kurang mampu dibanding saudaranya yang lain, namun dia mempunyai perasaan yang
paling halus dan terhormat di kalangan orang-orang Quraisy. Abu Talib
menyayangi Muhammad seperti dia menyayangi anak-anaknya sendiri. Dia juga
tertarik dengan budi pekerti Muhammad yang mulia.
Ketika Muhammad mencapai
usia remaja dan berkembang menjadi seorang yang dewasa, ia mulai
mempelajari ilmu bela diri (gulat), berkuda dan memanah, begitu pula
dengan ilmu untuk menambah keterampilannya dalam perniagaan. Perdagangan
menjadi hal yang umum dilakukan dan dianggap sebagai salah satu pendapatan yang
stabil. Muhammad sering menemani pamannya berdagang ke arah Utara dan kabar
tentang kejujuran dan sifatnya yang dapat dipercaya menyebar luas dengan cepat,
membuatnya banyak dipercaya sebagai agen penjual perantara barang dagangan
penduduk Mekkah.
Pada suatu hari, ketika mereka
berkunjung ke negeri Syam (Kawasan Syria, Lebanon dan Palestina)
untuk berdagang saat Muhammad berusia 12 tahun, mereka bertemu dengan seorang
Pendeta Nasrani, Buhaira (Buheira, Bahira) adalah seorang mantan
Yahudi yang menjadi pendeta Kristen Nestorian yang melihat
tanda-tanda kenabian Muhammad. Ia tinggal di kota Bushra,
Selatan Syam (sekarang Syria). Beliau telah melihat tanda-tanda
kenabian pada diri Muhammad. Lalu Buhaira menasihati Abu Talib supaya tidak
pergi jauh ke daerah Syam karena dikhawatirkan orang-orang Yahudi akan
menyakiti Muhammad seandainya diketahui tanda-tanda tersebut. Abu Talib
menuruti nasihat pendeta tersebut dan dia tidak banyak membawa harta dari
perjalanan tersebut. Dia pulang segera ke Mekah dan mengasuh anak-anaknya.
Muhammad juga telah menjadi bagian dari keluarga tersebut. Muhammad mengikuti
mereka ke pusat perdagangan yang berdekatan dan mendengar sajak-sajak dari para
penyair terkenal dan pidato-pidato oleh penduduk Yahudi yang anti Arab.
Di samping itu Muhammad juga
mendapat tugas sebagai penggembala kambing. Muhammad menggembala kambing
keluarganya dan kambing-kambing penduduk Mekah. Muhammad selalu berpikir dan
merenung tentang kejadian alam semasa menjalankan tugasnya. Oleh sebab itu
Muhammad jauh dari segala pemikiran nafsu manusia dan duniawi. Muhammad
terhindar daripada perbuatan yang sia-sia, sesuai dengan gelaran yang diberikan
yaitu “Al-Amin”.
Ketika Muhammad mulai menginjak
dewasa telah menarik perhatian seseorang yang mendengar tentang kabar adanya
anak muda yang bersifat jujur dan dapat dipercaya (Al-Amin) dalam berdagang
dengan adalah seorang janda yang bernama Khadijah. Khadijah
adalah seseorang yang memiliki status tinggi di kalangan suku Arab.
Sebagai seorang pedagang, ia juga sering mengirim barang dagangan ke berbagai
pelosok daerah di tanah Arab. Reputasi Muhammad membuat Khadijah
memercayakannya untuk mengatur barang dagangan Khadijah, Muhammad dijanjikan
olehnya akan dibayar dua kali lipat dan Khadijah sangat terkesan ketika
sekembalinya Muhammad membawakan hasil berdagang yang lebih dari biasanya.
Seiring waktu akhirnya Muhammad pun
jatuh cinta kepada Khadijah, sebuah Kisah Cinta Suci sepanjang sejarah dan
mereka menikah pada saat Muhammad berusia 25 tahun. Saat itu Khadijah telah
berusia mendekati umur 40 tahun, namun ia masih memiliki kecantikan yang dapat
menawan Muhammad. Perbedaan umur yang jauh dan status janda yang dimiliki oleh
Khadijah tidak menjadi halangan bagi mereka, walaupun pada saat itu
suku Quraisy memiliki budaya yang lebih menekankan kepada
perkawinan dengan seorang gadis ketimbang janda. Meskipun kekayaan mereka
semakin bertambah, Muhammad tetap hidup sebagai orang yang sederhana, ia lebih
memilih untuk menggunakan hartanya untuk hal-hal yang lebih penting.
MEMPEROLEH GELAR
Ketika Muhammad berusia 35 tahun,
bersama kaum Quraisy, beliau ikut dalam perbaikan Ka’bah. Pada saat
pemimpin-pemimpin suku Quraisy berdebat tentang siapa yang berhak
meletakkan Hajar Aswad, Muhammad dapat menyelesaikan masalah tersebut dan
memberikan penyelesaian adil. Saat itu ia dikenal di kalangan suku-suku Arab
karena sifat-sifatnya yang terpuji. Kaumnya sangat mencintainya, hingga
akhirnya ia memperoleh gelar Al-Amin yang artinya “orang
yang dapat dipercaya“.
Diriwayatkan pula bahwa Muhammad
adalah orang yang percaya sepenuhnya dengan keesaan Tuhan (Tauhid). Ia
hidup dengan cara amat sederhana dan membenci sifat-sifat tamak, angkuh dan
sombong yang lazim di kalangan bangsa Arab saat itu. Ia dikenal menyayangi
orang-orang miskin, janda-janda tak mampu dan anak-anak yatim serta
berbagi penderitaan dengan berusaha menolong mereka. Ia juga menghindari semua
kejahatan yang sudah membudaya di kalangan bangsa Arab pada masa itu
seperti berjudi, meminum minuman keras, berkelakuan kasar dan
lain-lain, sehingga ia dikenal sebagai As-Saadiq yang
berarti “yang benar“.
TURUNNYA WAHYU PERTAMA
Pada saat menjelang usianya yang
ke-40, Muhammad sering menyendiri dan tafakur ke Gua Hira’ sebuah gua
bukit sekitar 6 km sebelah timur kota Mekah, yang kemudian dikenal
sebagai Jabal An Nur. Ia bisa
berhari-hari bertafakur (merenung) dan mencari ketenangan dan
sikapnya itu dianggap sangat bertentangan dengan kebudayaan Arab pada zaman
tersebut yang senang bergerombol dan berpesta. Dari sini, ia sering merenung
dalam kesunyian, memikirkan nasib umat manusia pada zaman itu secara mendalam,
dan memohon kepada Allah supaya memusnahkan kekafiran dan kebodohan.
Muhammad pertama kali diangkat
menjadi Nabi dan Rasul pada malam hari tanggal 17 Ramadhan/ 6 Agustus 611
M, diriwayatkan Malaikat Jibril datang dan
membacakan surah pertama dari Quran yang disampaikan kepada Muhammad,
yaitu surah Al-Alaq. Muhammad diperintahkan untuk membaca ayat yang
telah disampaikan kepadanya, namun ia mengelak dengan berkata ia tak bisa
membaca. Malaikat Jibril sampai mengulangi hingga tiga kali meminta agar
Muhammad membaca, tetapi jawabannya tetap sama.
Muhammad berusia 40 tahun 6 bulan
dan 8 hari ketika ayat pertama sekaligus pengangkatannya sebagai rasul
disampaikan kepadanya menurut perhitungan tahun Qomariah, atau 39 tahun 3 bulan
8 hari menurut perhitungan tahun syamsiah atau tahun masehi. Setelah
kejadian di Gua Hira tersebut, Muhammad kembali ke rumahnya, Dalam suatu
riwayat beliau merasakan suhu badannya panas dan dingin seperti demam
akibat peristiwa yang baru saja dialaminya dan meminta istrinya Khadijah agar
memberinya selimut. Dalam QS Al Muzzamil ayat 1 Muhammad disebut sebagai Orang yang
berselimut (Al Muzzamil).
Kemudian untuk menenangkan hati
suaminya, Khadijah mengajak Muhammad mendatangi saudara sepupunya yang juga
seorang pendeta Nasrani, yaitu Waraqah bin Naufal. Waraqah banyak
mengetahui nubuat tentang nabi terakhir dari kitab-kitab suci Kristen dan
Yahudi. Mendengar cerita yang dialami Muhammad, Waraqah pun berkata, bahwa ia
telah dipilih oleh Tuhan menjadi seorang nabi. Kemudian Waraqah menyebutkan
bahwa An-Nâmûs al-Akbar (Malaikat Jibril) telah datang
kepadanya, kaumnya akan mengatakan bahwa ia seorang penipu, mereka akan
memusuhi dan melawannya. Fakta sejarah mengakui bahwa di antara wanita, Khadijah
adalah wanita yang pertama memeluk Islam, dan pria pertama yang memeluk Islam
adalah ‘Ali bin Abi Thalib, anak pamannya. Muhammad menerima ayat-ayat Quran
secara berangsur-angsur dalam jangka waktu 23 tahun. Ayat-ayat tersebut
diturunkan berdasarkan kejadian faktual yang sedang terjadi, sehingga hampir
setiap ayat Quran turun disertai oleh Asbabun Nuzul (sebab/kejadian
yang mendasari penurunan ayat). Ayat-ayat yang turun sejauh itu dikumpulkan
sebagai Mushaf yang juga dinamakan Al- Qurʾān (bacaan).
DAKWAH SECARA TERANG-TERANGAN
Selama tiga tahun pertama sejak
pengangkatannya sebagai rasul, Muhammad hanya menyebarkan Islam secara terbatas
di kalangan teman-teman dekat dan kerabatnya, hal ini untuk mencegah timbulnya
reaksi akut dan masif dari kalangan bangsa Arab saat itu yang sudah sangat
terasimilasi budayanya dengan tindakan-tindakan amoral, yang dalam konteks ini
bertentangan dengan apa yang akan dibawa dan ditawarkan oleh Muhammad.
Kebanyakan dari mereka yang percaya dan meyakini ajaran Muhammad pada masa-masa
awal adalah para anggota keluarganya serta golongan masyarakat awam yang dekat
dengannya di kehidupan sehari-hari, antara lain Khadijah, Ali, Zaid
bin Haritsah dan Bilal. Namun pada awal tahun 613, Setelah
turunnya wahyu memerintahkan Muhammad untuk berdakwah secara terang-terangan,
maka Rasulullah pun mula menyebarkan ajaran Islam secara lebih meluas.
Muhammad mengumumkan secara terbuka
agama Islam. Setelah sekian lama banyak tokoh-tokoh bangsa Arab
seperti Abu Bakar, Utsman bin Affan, Zubair bin Al
Awwam, Abdul Rahman bin Auf, Ubaidah bin Harits, Amr bin
Nufail yang kemudian masuk ke agama yang dibawa Muhammad. Kesemua pemeluk
Islam pertama itu disebut dengan As-Sabiqun al-Awwalun atau Yang
pertama-tama. Rasulullah, berbekal kesabaran, keyakinan, kegigihan, dan
keuletan dalam berdakwah terus-menerus dan tidak menghiraukan orang-orang musyrik
yang terus menekannya, menghardik dan mengejeknya.
Banyak yang cara yang dilakukan kaum
Quraisy untuk menghentikan dakwah Rasulullah, suatu saat Abu Thalib sedang
duduk bersama keponakannya. Juru bicara rombongan yang mendatangi rumah Abu
Thalib membuka pembicaraan dengan berkata,” Wahai Abu Thalib! Muhammad
mencerai-beraikan barisan kita dan menciptakan perselisihan di antara kita. Ia
merendahkan kita dan mencemooh kita dan berhala kita. Jika ia melakukan itu
karena kemiskinan dan kepapaannya, kami siap menyerahkan harta berlimpah
kepadanya. Jika ia menginginkan kedudukan, kami siap menerimanya sebagai
penguasa kami dan kami akan mengikuti perintahnya. Bila ia sakit dan
membutuhkan pengobatan, kami akan membawakan tabib ahli untuk merawatnya”. Abu
Thalib berpaling kepada Nabi seraya berkata,’”Para sesepuh datang untuk
memintamu berhenti mengkritik berhala supaya mereka pun tidak
mengganggumu.’ Nabi menjawab,” Saya tidak menginginkan apapun dari mereka.
Bertentangan dengan empat tawaran itu, mereka harus menerima satu kata dari
saya, yang dengan itu mereka dapat memerintah bangsa Arab dan menjadikan bangsa
Ajam sebagai pengikut mereka’. Abu Jahal bangkit sambil berkata, “Kami
siap sepuluh kali untuk mendengarnya.” Nabi menjawab,’”Kalian harus
mengakui keesaan Tuhan”. Kata-kata tak terduga dari Nabi ini
laksana air dingin ditumpahkan ke ceret panas. Mereka demikian heran, kecewa,
dan putus asa sehingga serentak mereka berkata,” Haruskah kita mengabaikan 360
Tuhan dan menyembah kepada satu Allah saja?”. Orang Quraisy meninggalkan
rumah Abu Thalib dengan wajah dan mata terbakar kemarahan. Mereka terus
memikirkan cara untuk mencapai tujuan mereka.
Banyak sekali contoh penganiayaan
dan penyiksaan kaum Quraisy, Tiap hari nabi menghadapi penganiayaan baru.
Misalnya, suatu hari Uqbah bin Abi Mu’ith melihat Nabi bertawaf, lalu
menyiksanya. Ia menjerat leher Nabi dengan serbannya dan menyeret dia ke luar
masjid. Beberapa orang datang membebaskan Nabi karena takut kepada Bani Hasyim.
Dan masih banyak lagi. Nabi menyadari dan prihatin terhadap kondisi kaum Muslim.
Kendati dia mendapat dukungan dan lindungan Bani Hasyim, kebanyakan pengikutnya
budak wanita dan pria serta beberapa orang tak terlindung. Para pemimpin
Quraisy menganiaya orang-orang ini terus-menerus , para pemimpin terkemuka
berbagai suku menyiksa anggota suku mereka sendiri yang memeluk Islam.
Penyiksaan yang dialami hampir seluruh pemeluk Islam selama periode ini
mendorong lahirnya gagasan untuk berhijrah ke Habsyah (sekarang Ethiopia).
Negus atau raja Habsyah, yang beragama Nasrani memperbolehkan orang-orang
Islam berhijrah ke negaranya dan melindungi mereka dari tekanan penguasa di
Mekkah. Muhammad sendiri, pada tahun 622 hijrah ke Yatsrib, kota yang
berjarak sekitar 200 mil (320 km) di sebelah Utara Mekah.
HIJRAH KE MADINAH
Masyarakat Arab dari berbagai suku
setiap tahunnya datang ke Mekah untuk beziarah ke Baitullah
atau Ka’bah, mereka menjalankan berbagai tradisi keagamaan dalam
kunjungan tersebut. Rasulullah melihat ini sebagai peluang untuk menyebarluaskan
ajaran Islam. Di antara mereka yang tertarik dengan ajarannya ialah sekumpulan
orang dari Yatsrib. Mereka menemui Rasulullah dan beberapa orang yang
telah terlebih dahulu memeluk Islam dari Mekkah di suatu tempat
bernama Aqabah secara sembunyi-sembunyi. Setelah menganut Islam,
mereka lalu bersumpah untuk melindungi para pemeluk Islam dan Rasulullah dari
kekejaman penduduk Mekkah.
Tahun berikutnya, sekumpulan
masyarakat Islam dari Yatsrib datang lagi ke Mekkah, mereka menemui
Rasulullah di tempat mereka bertemu sebelumnya. Abbas bin Abdul Muthalib, yaitu
pamannya yang saat itu belum menganut Islam, turut hadir dalam pertemuan
tersebut. Mereka mengundang orang-orang Islam Mekkah untuk berhijrah ke Yastrib
disebabkan situasi kota Mekah yang tidak kondusif bagi keamanan para pemeluk
Islam. Rasulullah akhirnya menerima ajakan tersebut dan memutuskan berhijrah ke
Yastrib pada tahun 622 M.
Penduduk Yastrib ‘ yang kemudian
berganti menjadi nama Madinah – menyambut kedatangan Rasulullah dengan
meriahnya oleh para penduduk Madinah. Mereka mengucapkan berbagai macam syair
untuk menyambut manusia mulia ini. Di sinilah manifestasi sebuah negara Islam
pertama kali didirikan. Muhammad menyusun kekuatannya di Madinah bersama
keluarga dan sahabat setianya yang rela meninggalkan tanah air dan hartanya
untuk Tuhannya, Islam yang masih belia ini menyusun kekuatan untuk menghadapi
kekuatan kaum Quraisy yang setiap saat siap untuk menghancurkan Islam yang
dibangun ini, perang demi perang mulai dari Badar, Uhud, Khandaq, yang disetiap
perang tampillah Al-Washi Muhammad yang selalu menjadi pemberi moral kepada
pasukan untuk menghancurkan kafir Quraisy dengan Iman yang membara.
NEGARA ISLAM MADINAH
Penduduk Yastrib ‘ yang kemudian
berganti menjadi nama Madinah – menyambut kedatangan Nabi. Mereka mengucapkan
berbagai macam syair untuk menyambut manusia mulia ini. Di sinilah manifestasi
sebuah negara Islam pertama kali didirikan. Muhammad menyusun kekuatannya di
Madinah bersama keluarga dan sahabat setianya yang rela meninggalkan tanah air
dan hartanya untuk Tuhannya, islam yang muda ini menyusun kekuatan untuk
menghadapi kekuatan kaum Quraisy yang setiap saat siap untuk menghancurkan
Islam yang dibangun ini, perang demi perang mulai dari Badar, Uhud, Khandaq,
yang di setiap perang tampillah Al-Washi Muhammad yang selalu menjadi pemberi
moral kepada pasukan untuk menghancurkan kafir Quraisy dengan Iman yang
membara.
Negara Islam yang baru dibina di
Madinah mendapat tentangan daripada kaum Quraisy di Mekah dan gangguan dari
penduduk Yahudi serta kaum bukan Islam yang lain. Namun begitu, Nabi Muhammad
s.a.w berjaya juga menubuhkan sebuah negara Islam yang mengamalkan sepenuhnya
hukum yang berlandaskan syariat Islam. Muhammad dilantik sebagai ketua agama,
tentara dan negara. Semua rakyat mendapat hak yang saksama. Piagam Madinah yang
merupakan sebuah kanun atau perjanjian bertulis telah dibentuk. Piagam
Madinah (Shahifatul Madinah) juga dikenal dengan sebutan Konstitusi
Madinah, ialah sebuah dokumen yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW,
yang merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya dengan semua suku-suku
dan kaum-kaum penting di Madinah pada tahun 622. Piagam Madinah ini
disusun sejelas-jelasnya dengan tujuan utama untuk menghentikan
pertentangan sengit antara Bani ‘Aus dan Bani Khazraj di Madinah.
Untuk itu dokumen tersebut menetapkan sejumlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban
bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas-komunitas pagan Madinah;
sehingga membuat mereka menjadi suatu kesatuan komunitas, yang dalam bahasa
Arab disebut Ummah. Piagam ini mengandungi beberapa pasal yang
melibatkan hubungan antara semua rakyat termasuk kaum bukan Islam dan merangkum
aspek politik, sosial, agama, ekonomi dan militer.
Islam adalah agama yang mementingkan
kedamaian. Namun begitu, aspek pertahanan amat penting bagi melindungi agama,
masyarakat dan negara. Rasulullah telah menyertai 27 kali ekspedisi tentara
untuk mempertahankan dan menegakkan keadilan Islam. Peperangan yang ditempuhi
Muhammad ialah Perang Badar (623 M/2 H), Perang Uhud (624 M/3 H), Perang
Khandak (626 M/5 H) dan Perang Tabuk (630 M/9 H). Namun tidak semua peperangan
diakhiri dengan kemenangan.
Pada tahun 625 M/ 4 Hijrah,
Perjanjian Hudaibiyah telah dimeterai antara penduduk Islam Madinah dan kaum
Musyrikin Mekah. Maka dengan itu, negara Islam Madinah telah diikrarkan. Nabi
Muhammad SAW juga telah berhasil menguasai kota Mekah pada 630 M/9 H bersama
dengan 10.000 orang para pengikutnya. Perang terakhir yang disertai oleh
Rasulullah ialah Perang Tabuk dan Muhammad dan pengikutnya berhasil mencapai
kemenangan yang gemilang.
Tahun kesebelas Hijrah, haji pertama
Nabi dan kaum Muslimin tanpa ada seorang musyrik pun yang ikut di dalamnya,
untuk pertama kalinya pula, lebih dari 10.000 orang berkumpul di Madinah dan
sekitarnya, menyertai Nabi melakukan perjalanan ke Mekah, dan .. sekaligus
inilah haji terakhir yang dilakukan oleh Nabi. Rombongan haji meninggalkan
Madinah tanggal 25 Dzulqa‘idah . Langit, hingga hari itu, belum pernah
menyaksikan pemandangan di muka bumi seperti yang ada pada saat itu. Lebih dari
100.000 orang, laki-laki dan perempuan ‘ dibawah sengatan Matahari yang amat
terik dan di padang pasir yang sebelumnya tak pernah dikenal orang ‘ bergerak
menuju satu arah. Medan ini merupakan lukisan paling indah dari satu warna yang
menghiasi kehidupan manusia.
Nabi disertai semua istrinya,
menginap satu malam di Dzi Al-Hulaifah, kemudian melakukan Ihram sepanjang
Subuh, dan mulai bergerak… seluruh padang terisi gema suara mereka yang
mengucapkan lafadz talbiyah, “labbaika Allahumma labbaik, labbaika laa
syarika laka labbaika, innal hamada wanni’mata laka wal mulk laa syarika laka.!
Aku memenuhi panggilanMu, ya Allah aku memenuhi panggilanMu. Aku memenuhi
panggilanMu, tiada sekutu bagiMu, aku memenuhi panggilanMu. Sungguh segala puji
dan nikmat adalah milikMu, begitu juga seluruh kerajaan, tiada sekutu bagiMu”.
Rasulullah juga telah menyampaikan
amanat terakhir pada tahun itu juga. Amanat yang dimaksud adalah :
“Wahai sekalian manusia,
ketahuilah bahawa Tuhan kamu Maha Esa dan kamu semua adalah daripada satu
keturunan iaitu keturunan Nabi Adam a.s. Semulia-mulia manusia di antara kamu
di sisi Allah s.w.t. ialah orang yang paling bertakwa. Aku telah tinggalkan
kepada kamu dua perkara dan kamu tidak akan sesat selama-lamanya selagi kamu
berpegang teguh dengan dua perkara itu, iaitu kitab Al-Quran dan Sunnah
Rasulullah.”
WAFATNYA RASULULLAH
PAGI itu, hari Senin bulan Rabiul Awal
tahun 11 H atau bertepatan dengan tanggal 6 Juni 632 M Rasulullah dengan suara
terbata-bata memberikan petuah: “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan
Allah dan Cinta Kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah hanya kepada-Nya.
Kuwariskan dua hal pada kalian, Sunnah dan Al-Qur’an. Barang siapa yang
mencintai Sunnahku berarti mencintai aku, dan kelak orang-orang yang
mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku,”.
Khutbah singkat itu diakhiri dengan
pandangan mata Rasullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar
menatap mata itu dengan berkaca-kaca. Umar dadanya naik turun menahan nafas dan
tangisnya. Ustman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya
dalam-dalam.
Isyarat itu telah datang, saatnya
sudah tiba “Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” desah
hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan
tugasnya di dunia.
Tanda-tanda itu semakin kuat,
tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat
turun dari mimbar. Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana sepertinya
tengah menahan detik-detik berlalu.
Matahari kian tinggi, tapi pintu
rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang
terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma
yang menjadi alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seseorang yang
berseru mengucapkan salam.
“Assalaamu’alaikum… .Bolehkah saya
masuk ?” tanyanya.
Tapi Fatimah tidak mengizinkannya
masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang
membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang
ternyata sudah membuka mata dan bertanya kepada Fatimah.
“Siapakah itu, wahai anakku?”
“Tak tahulah aku ayah, sepertinya
baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut. Lalu Rasulullah menatap putrinya
itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak
dikenang.
“Ketahuilah, dialah yang
menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia.
dialah Malaikat Maut,” kata Rasulullah. Fatimah pun menahan tangisnya.
Malaikat Maut datang menghampiri,
tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian
dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit untuk
menyambut ruh kekasih Allah dan Penghulu dunia ini. (sepertinya Malaikat Jibril
Tidak Sanggup melihat Rasulullah dicabut nyawanya)
“Jibril, jelaskan apa hakku nanti di
hadapan Allah?” Tanya Rasulullah dengan suara yang amat lemah.
“Pintu-pintu langit telah dibuka,
para malaikat telah menanti Ruhmu, semua pintu Surga terbuka lebar menanti
kedatanganmu” kata
Jibril. Tapi itu semua ternyata tidak membuat Rasulullah lega, matanya masih
penuh kecemasan.
“Engkau tidak senang mendengar kabar
ini, Ya Rasulullah?” tanya
Jibril lagi.
“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib
umatku kelak?”
“Jangan khawatir, wahai Rasulullah,
aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: ‘Kuharamkan surga bagi siapa
saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya’,” kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya
Izrail melakukan tugas. Perlahan Ruh Rasulullah ditarik. Tampak seluruh tubuh
Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
“Jibril, betapa sakit sakaratul maut
ini,” ujar
Rasulullah mengaduh lirih.
Fatimah terpejam, Ali yang di
sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.
“Jijikkah engkau melihatku, hingga
kaupalingkan wajahmu, wahai Jibril?” tanya Rasulullah pada malaikat pengantar wahyu itu.
“Siapakah yang tega, melihat kekasih
Allah direngut ajal,” kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar
Rasulullah memekik karena sakit yang tak tertahankan lagi.
“Ya Allah, dahsyat nian maut ini,
timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan kepada umatku.”
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki
dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan
sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya.
“Peliharalah salat dan santuni
orang-orang lemah di antaramu”
Di luar pintu, tangis mulai
terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya,
dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
“Ummatii. ummatii. ummatii.”
“Wahai jiwa yang tenang kembalilah
kepada tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya, maka masuklah ke dalam
jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam jannah-Ku.”
‘Aisyah ra berkata: ”Maka
jatuhlah tangan Rasulullah, dan kepala beliau menjadi berat di atas dadaku, dan
sungguh aku telah tahu bahwa beliau telah wafat.”
Dia berkata: ”Aku tidak tahu
apa yg harus aku lakukan, tidak ada yang ku perbuat selain keluar dari kamarku
menuju masjid, yang di sana ada para sahabat, dan kukatakan:
”Rasulullah telah wafat, Rasulullah
telah wafat, Rasulullah telah wafat.”
Maka mengalirlah tangisan di dalam
masjid, karena beratnya kabar tersebut, ‘Ustman bin Affan seperti anak kecil
menggerakkan tangannya ke kiri dan ke kanan.
Adapun Umar bin Khathab
berkata: ”Jika ada seseorang yang mengatakan bahwa Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah meninggal, akan kupotong kepalanya dengan
pedangku, beliau hanya pergi untuk menemui Rabb-Nya sebagaimana Musa pergi
untuk menemui Rabb-Nya.”
Adapun orang yang paling tegar
adalah Abu Bakar, dia masuk kepada Rasulullah, memeluk beliau dan
berkata: ”Wahai sahabatku, wahai kekasihku, wahai bapakku.”
Kemudian dia mencium Rasulullah dan
berkata: ”Anda mulia dalam hidup dan dalam keadaan mati.”
Keluarlah Abu Bakar ra menemui
orang-orang dan berkata: ”Barang siapa menyembah Muhammad, maka
Muhammad sekarang telah wafat, dan barang siapa yang menyembah Allah, maka
sesungguhnya Allah kekal, hidup, dan tidak akan mati.”
‘Aisyah berkata: “Maka aku pun
keluar dan menangis, aku mencari tempat untuk menyendiri dan aku menangis
sendiri.”
Innalillahi wainna ilaihi raji’un, telah berpulang ke rahmatullah
manusia yang paling mulia, manusia yang paling kita cintai pada saat dhuha
ketika memanas di hari Senin 12 Rabiul Awal 11 H tepat pada usia 63 tahun lebih
4 hari. Shalawat dan salam selalu tercurah untuk Nabi tercinta Rasulullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar