Rabu, 07 Januari 2015

Kisah Nabi Muhammad S. A. W.




SEJARAH KELAHIRAN NABI (MAULID NABI)
Terdapat perbedaan pendapat ahli sejarah Nabi Muhammad (sirah) tentang tanggal kelahiran. Satu hal yang pasti, Nabi Muhammad lahir pada bulan Rabiul Awal menurut mayoritas Ahli Sejarah. Para ahli sejarah Nabi sepakat bahwa Nabi Muhammad lahir di Mekah pada hari Senin bulan Rabiul Awal bertepatan dengan tanggal 26 April 570 atau 571 masehi. Penduduk Mekah sependapat bahwa Nabi Muhammad SAW dilahirkan pada hari Senin bulan Rabiul Awal bertepatan dengan tanggal 26 April 570 atau 571 masehi Awal tahun Gajah (50 hari setelah penyerangan pasukan Gajah dari Yaman).

PERJALANAN HIDUP RASULULLAH
Pada saat masyarakat Arab dalam suasana kegelapan (jahiliyyah), lahirlah seorang bayi pada 12 Rabiul Awal tahun Gajah di kota Mekkah, di bagian Selatan Jazirah Arab, suatu tempat yang ketika itu merupakan daerah paling terbelakang di dunia, jauh dari pusat perdagangan, seni, maupun ilmu pengetahuan. Bayi yang dilahirkan akan membawa perubahan besar bagi sejarah peradaban manusia. Ayah bayi tersebut bernama Abdullah bin Abdul Mutallib meninggal dalam perjalanan dagang di Madinah, yang ketika itu bernama Yastrib, ketika Muhammad masih 7 bulan dalam kandungan ibunya. Ia meninggalkan harta lima ekor unta, sekawanan biri-biri dan seorang budak perempuan bernama Ummu Aiman yang kemudian mengasuh Nabi.. Ibunya bernama Aminah binti Wahab. Kehadiran bayi itu disambut dengan penuh kasih sayang dan dibawa ke ka’bah, kemudian diberi nama Muhammad, nama yang belum pernah ada sebelumnya.
Selepas itu Muhammad disusukan selama beberapa hari oleh Thuwaiba, budak suruhan Abu Lahab sementara menunggu kedatangan wanita dari Banu Sa’ad. Adat menyusukan bayi sudah menjadi kebiasaan bagi bangsawan-bangsawan Arab di Mekah. Akhir tiba juga wanita dari Banu Sa’ad yang bernama Halimah bin Abi-Dhuaib yang pada mulanya tidak mau menerima karena Muhammad seorang anak yatim. Namun begitu, Halimah membawa pulang juga Muhammad ke pedalaman dengan harapan Tuhan akan memberkati keluarganya. Sejak diambilnya Muhammad sebagai anak susuan, kambing yang diternakkan dan susu kambing-kambing tersebut semakin melimpah. Muhammad telah tinggal selama 2 tahun di Sahara dan sesudah itu Halimah membawa kembali kepada Ibunya Aminah dan membawa pulang kembali ke pedalaman.
Pada usia dua tahun, Muhammad didatangi oleh dua orang malaikat yang muncul sebagai lelaki yang berpakaian putih. Mereka bertanggung jawab untuk membedah Muhammad. Pada ketika itu, Halimah dan suaminya tidak menyadari hal tersebut. Hanya anak mereka yang sebaya menyaksikan kedatangan kedua malaikat tersebut lalu mengabarkan kepada Halimah. Halimah lantas memeriksa keadaan Muhammad, namun tak ada tanda-tanda keanehan yang ditemuinya.
Muhammad tinggal di pedalaman bersama keluarga Halimah selama lima tahun. Selama itu Muhammad mendapat kasih sayang, kebebasan jiwa dan penjagaan yang baik dari Halimah dan keluarganya. Sesudah itu dibawa pulang kepada Kakeknya Abdul Mutalib di Mekah. Kakeknya, Abdul Mutallib sangat mencintai Muhammad. Ketika Aminah membawa anaknya itu ke Madinah untuk bertemu dengan saudara-saudaranya, mereka ditemani oleh Ummu Aiman, budak suruhan perempuan yang ditinggalkan oleh ayah Muhammad. Muhammad ditunjukkan tempat wafatnya Abdullah serta tempat dia dikuburkan.
Sesudah sebulan mereka berada di Madinah, Aminah pun bersiap sedia untuk pulang semula ke Mekah. Dia dan rombongannya kembali ke Mekah menaiki dua ekor unta yang memang dibawa dari Mekah semasa mereka datang dahulu. Namun begitu, ketika mereka sampai di Abwa, ibunya pula jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia lalu dikuburkan di situ juga. Muhammad dibawa pulang ke Mekah oleh Ummu Aiman dengan perasaan yang sangat sedih. Maka jadilah Muhammad sebagai seorang anak yatim piatu. Tinggallah Muhammad dengan Kakek yang dicintainya dan saudara-saudara ayahnya.
Kegembiraannya bersama Kakek Muhammad tidak bertahan lama. Ketika Muhammad berusia delapan tahun, Kakeknya meninggal dunia. Kematian Abdul Mutallib menjadi satu kehilangan besar bagi Bani Hashim. Dia mempunyai keteguhan hati, berwibawa, pandangan yang luas, terhormat dan berpengaruh di kalangan orang Arab. Beliau selalu menyediakan makanan dan minuman bagi para tamu yang berziarah dan membantu penduduk Mekah yang dalam kesulitan. Selepas meninggalnya Abdul Mutallib, Pamannya Abu Talib mengambil alih tugas ayahnya untuk menjaga anak saudaranya. Walaupun Abu Talib kurang mampu dibanding saudaranya yang lain, namun dia mempunyai perasaan yang paling halus dan terhormat di kalangan orang-orang Quraisy. Abu Talib menyayangi Muhammad seperti dia menyayangi anak-anaknya sendiri. Dia juga tertarik dengan budi pekerti Muhammad yang mulia.
Ketika Muhammad mencapai usia remaja dan berkembang menjadi seorang yang dewasa, ia mulai mempelajari ilmu bela diri (gulat), berkuda dan memanah, begitu pula dengan ilmu untuk menambah keterampilannya dalam perniagaan. Perdagangan menjadi hal yang umum dilakukan dan dianggap sebagai salah satu pendapatan yang stabil. Muhammad sering menemani pamannya berdagang ke arah Utara dan kabar tentang kejujuran dan sifatnya yang dapat dipercaya menyebar luas dengan cepat, membuatnya banyak dipercaya sebagai agen penjual perantara barang dagangan penduduk Mekkah.
Pada suatu hari, ketika mereka berkunjung  ke negeri Syam (Kawasan Syria, Lebanon dan Palestina) untuk berdagang saat Muhammad berusia 12 tahun, mereka bertemu dengan seorang Pendeta Nasrani, Buhaira (Buheira, Bahira) adalah seorang mantan  Yahudi yang menjadi pendeta Kristen Nestorian yang melihat tanda-tanda kenabian Muhammad. Ia tinggal di kota Bushra, Selatan Syam (sekarang Syria). Beliau telah melihat tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad. Lalu Buhaira menasihati Abu Talib supaya tidak pergi jauh ke daerah Syam karena dikhawatirkan orang-orang Yahudi akan menyakiti Muhammad seandainya diketahui tanda-tanda tersebut. Abu Talib menuruti nasihat pendeta tersebut dan dia tidak banyak membawa harta dari perjalanan tersebut. Dia pulang segera ke Mekah dan mengasuh anak-anaknya. Muhammad juga telah menjadi bagian dari keluarga tersebut. Muhammad mengikuti mereka ke pusat perdagangan yang berdekatan dan mendengar sajak-sajak dari para penyair terkenal dan pidato-pidato oleh penduduk Yahudi yang anti Arab.
Di samping itu Muhammad juga mendapat tugas sebagai penggembala kambing. Muhammad menggembala kambing keluarganya dan kambing-kambing penduduk Mekah. Muhammad selalu berpikir dan merenung tentang kejadian alam semasa menjalankan tugasnya. Oleh sebab itu Muhammad jauh dari segala pemikiran nafsu manusia dan duniawi. Muhammad terhindar daripada perbuatan yang sia-sia, sesuai dengan gelaran yang diberikan yaitu “Al-Amin”.
Ketika Muhammad mulai menginjak dewasa telah menarik perhatian seseorang yang mendengar tentang kabar adanya anak muda yang bersifat jujur dan dapat dipercaya (Al-Amin) dalam berdagang dengan adalah seorang janda yang bernama Khadijah. Khadijah adalah seseorang yang memiliki status tinggi di kalangan suku Arab. Sebagai seorang pedagang, ia juga sering mengirim barang dagangan ke berbagai pelosok daerah di tanah Arab. Reputasi Muhammad membuat Khadijah memercayakannya untuk mengatur barang dagangan Khadijah, Muhammad dijanjikan olehnya akan dibayar dua kali lipat dan Khadijah sangat terkesan ketika sekembalinya Muhammad membawakan hasil berdagang yang lebih dari biasanya.
Seiring waktu akhirnya Muhammad pun jatuh cinta kepada Khadijah, sebuah Kisah Cinta Suci sepanjang sejarah dan mereka menikah pada saat Muhammad berusia 25 tahun. Saat itu Khadijah telah berusia mendekati umur 40 tahun, namun ia masih memiliki kecantikan yang dapat menawan Muhammad. Perbedaan umur yang jauh dan status janda yang dimiliki oleh Khadijah tidak menjadi halangan bagi mereka, walaupun pada saat itu suku Quraisy memiliki budaya yang lebih menekankan kepada perkawinan dengan seorang gadis ketimbang janda. Meskipun kekayaan mereka semakin bertambah, Muhammad tetap hidup sebagai orang yang sederhana, ia lebih memilih untuk menggunakan hartanya untuk hal-hal yang lebih penting.
MEMPEROLEH GELAR
Ketika Muhammad berusia 35 tahun, bersama kaum Quraisy, beliau ikut dalam perbaikan Ka’bah. Pada saat pemimpin-pemimpin suku Quraisy berdebat tentang siapa yang berhak meletakkan Hajar Aswad, Muhammad dapat menyelesaikan masalah tersebut dan memberikan penyelesaian adil. Saat itu ia dikenal di kalangan suku-suku Arab karena sifat-sifatnya yang terpuji. Kaumnya sangat mencintainya, hingga akhirnya ia memperoleh gelar Al-Amin yang artinya “orang yang dapat dipercaya“.
Diriwayatkan pula bahwa Muhammad adalah orang yang percaya sepenuhnya dengan keesaan Tuhan (Tauhid). Ia hidup dengan cara amat sederhana dan membenci sifat-sifat tamak, angkuh dan sombong yang lazim di kalangan bangsa Arab saat itu. Ia dikenal menyayangi orang-orang miskin, janda-janda tak mampu dan anak-anak yatim serta berbagi penderitaan dengan berusaha menolong mereka. Ia juga menghindari semua kejahatan yang sudah membudaya di kalangan bangsa Arab pada masa itu seperti berjudi, meminum minuman keras, berkelakuan kasar dan lain-lain, sehingga ia dikenal sebagai As-Saadiq yang berarti “yang benar“.
TURUNNYA WAHYU PERTAMA
Pada saat menjelang usianya yang ke-40, Muhammad sering menyendiri dan tafakur ke Gua Hira’ sebuah gua bukit sekitar 6 km sebelah timur kota Mekah, yang kemudian dikenal sebagai Jabal An Nur. Ia bisa berhari-hari bertafakur (merenung) dan mencari ketenangan dan sikapnya itu dianggap sangat bertentangan dengan kebudayaan Arab pada zaman tersebut yang senang bergerombol dan berpesta. Dari sini, ia sering merenung dalam kesunyian, memikirkan nasib umat manusia pada zaman itu secara mendalam, dan memohon kepada Allah supaya memusnahkan kekafiran dan kebodohan.
Muhammad pertama kali diangkat menjadi Nabi dan Rasul pada malam hari tanggal 17 Ramadhan/ 6 Agustus 611 M, diriwayatkan Malaikat Jibril datang dan membacakan surah pertama dari Quran yang disampaikan kepada Muhammad, yaitu surah Al-Alaq. Muhammad diperintahkan untuk membaca ayat yang telah disampaikan kepadanya, namun ia mengelak dengan berkata ia tak bisa membaca. Malaikat Jibril sampai mengulangi hingga tiga kali meminta agar Muhammad membaca, tetapi jawabannya tetap sama.
Muhammad berusia 40 tahun 6 bulan dan 8 hari ketika ayat pertama sekaligus pengangkatannya sebagai rasul disampaikan kepadanya menurut perhitungan tahun Qomariah, atau 39 tahun 3 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun syamsiah atau tahun masehi. Setelah kejadian di Gua Hira tersebut, Muhammad kembali ke rumahnya, Dalam suatu riwayat beliau merasakan suhu badannya panas dan dingin  seperti demam akibat peristiwa yang baru saja dialaminya dan meminta istrinya Khadijah agar memberinya selimut. Dalam QS Al Muzzamil ayat 1 Muhammad disebut sebagai Orang yang berselimut (Al Muzzamil).
Kemudian untuk menenangkan hati suaminya, Khadijah mengajak Muhammad mendatangi saudara sepupunya yang juga seorang pendeta Nasrani, yaitu Waraqah bin Naufal. Waraqah banyak mengetahui nubuat tentang nabi terakhir dari kitab-kitab suci Kristen dan Yahudi. Mendengar cerita yang dialami Muhammad, Waraqah pun berkata, bahwa ia telah dipilih oleh Tuhan menjadi seorang nabi. Kemudian Waraqah menyebutkan bahwa An-Nâmûs al-Akbar (Malaikat Jibril) telah datang kepadanya, kaumnya akan mengatakan bahwa ia seorang penipu, mereka akan memusuhi dan melawannya. Fakta sejarah mengakui bahwa di antara wanita, Khadijah adalah wanita yang pertama memeluk Islam, dan pria pertama yang memeluk Islam adalah ‘Ali bin Abi Thalib, anak pamannya. Muhammad menerima ayat-ayat Quran secara berangsur-angsur dalam jangka waktu 23 tahun. Ayat-ayat tersebut diturunkan berdasarkan kejadian faktual yang sedang terjadi, sehingga hampir setiap ayat Quran turun disertai oleh Asbabun Nuzul (sebab/kejadian yang mendasari penurunan ayat). Ayat-ayat yang turun sejauh itu dikumpulkan sebagai Mushaf yang juga dinamakan Al- Qurʾān (bacaan).
DAKWAH SECARA TERANG-TERANGAN
Selama tiga tahun pertama sejak pengangkatannya sebagai rasul, Muhammad hanya menyebarkan Islam secara terbatas di kalangan teman-teman dekat dan kerabatnya, hal ini untuk mencegah timbulnya reaksi akut dan masif dari kalangan bangsa Arab saat itu yang sudah sangat terasimilasi budayanya dengan tindakan-tindakan amoral, yang dalam konteks ini bertentangan dengan apa yang akan dibawa dan ditawarkan oleh Muhammad. Kebanyakan dari mereka yang percaya dan meyakini ajaran Muhammad pada masa-masa awal adalah para anggota keluarganya serta golongan masyarakat awam yang dekat dengannya di kehidupan sehari-hari, antara lain Khadijah, Ali, Zaid bin Haritsah dan Bilal. Namun pada awal tahun 613, Setelah turunnya wahyu memerintahkan Muhammad untuk berdakwah secara terang-terangan, maka Rasulullah pun mula menyebarkan ajaran Islam secara lebih meluas.
Muhammad mengumumkan secara terbuka agama Islam. Setelah sekian lama banyak tokoh-tokoh bangsa Arab seperti Abu Bakar, Utsman bin Affan, Zubair bin Al Awwam, Abdul Rahman bin Auf, Ubaidah bin Harits, Amr bin Nufail yang kemudian masuk ke agama yang dibawa Muhammad. Kesemua pemeluk Islam pertama itu disebut dengan As-Sabiqun al-Awwalun atau Yang pertama-tama. Rasulullah, berbekal kesabaran, keyakinan, kegigihan, dan keuletan dalam berdakwah terus-menerus dan tidak menghiraukan orang-orang musyrik yang terus menekannya, menghardik dan mengejeknya.
Banyak yang cara yang dilakukan kaum Quraisy untuk menghentikan dakwah Rasulullah, suatu saat Abu Thalib sedang duduk bersama keponakannya. Juru bicara rombongan yang mendatangi rumah Abu Thalib membuka pembicaraan dengan berkata,” Wahai Abu Thalib! Muhammad mencerai-beraikan barisan kita dan menciptakan perselisihan di antara kita. Ia merendahkan kita dan mencemooh kita dan berhala kita. Jika ia melakukan itu karena kemiskinan dan kepapaannya, kami siap menyerahkan harta berlimpah kepadanya. Jika ia menginginkan kedudukan, kami siap menerimanya sebagai penguasa kami dan kami akan mengikuti perintahnya. Bila ia sakit dan membutuhkan pengobatan, kami akan membawakan tabib ahli untuk merawatnya”. Abu Thalib berpaling kepada Nabi seraya berkata,’”Para sesepuh datang untuk memintamu berhenti mengkritik berhala supaya mereka pun tidak mengganggumu.’ Nabi menjawab,” Saya tidak menginginkan apapun dari mereka. Bertentangan dengan empat tawaran itu, mereka harus menerima satu kata dari saya, yang dengan itu mereka dapat memerintah bangsa Arab dan menjadikan bangsa Ajam sebagai pengikut mereka’. Abu Jahal bangkit sambil berkata, “Kami siap sepuluh kali untuk mendengarnya.” Nabi menjawab,’”Kalian harus mengakui keesaan Tuhan”.  Kata-kata tak terduga dari Nabi ini laksana air dingin ditumpahkan ke ceret panas. Mereka demikian heran, kecewa, dan putus asa sehingga serentak mereka berkata,” Haruskah kita mengabaikan 360 Tuhan dan menyembah kepada satu Allah saja?”. Orang Quraisy meninggalkan rumah Abu Thalib dengan wajah dan mata terbakar kemarahan. Mereka terus memikirkan cara untuk mencapai tujuan mereka.
Banyak sekali contoh penganiayaan dan penyiksaan kaum Quraisy, Tiap hari nabi menghadapi penganiayaan baru. Misalnya, suatu hari Uqbah bin Abi Mu’ith melihat Nabi bertawaf, lalu menyiksanya. Ia menjerat leher Nabi dengan serbannya dan menyeret dia ke luar masjid. Beberapa orang datang membebaskan Nabi karena takut kepada Bani Hasyim. Dan masih banyak lagi. Nabi menyadari dan prihatin terhadap kondisi kaum Muslim. Kendati dia mendapat dukungan dan lindungan Bani Hasyim, kebanyakan pengikutnya budak wanita dan pria serta beberapa orang tak terlindung. Para pemimpin Quraisy menganiaya orang-orang ini terus-menerus , para pemimpin terkemuka berbagai suku menyiksa anggota suku mereka sendiri yang memeluk Islam. Penyiksaan yang dialami hampir seluruh pemeluk Islam selama periode ini mendorong lahirnya gagasan untuk berhijrah ke Habsyah (sekarang Ethiopia). Negus atau raja Habsyah, yang beragama Nasrani memperbolehkan orang-orang Islam berhijrah ke negaranya dan melindungi mereka dari tekanan penguasa di Mekkah. Muhammad sendiri, pada tahun 622 hijrah ke Yatsrib, kota yang berjarak sekitar 200 mil (320 km) di sebelah Utara Mekah.
HIJRAH KE MADINAH
Masyarakat Arab dari berbagai suku setiap tahunnya datang ke Mekah untuk beziarah ke Baitullah atau Ka’bah, mereka menjalankan berbagai tradisi keagamaan dalam kunjungan tersebut. Rasulullah melihat ini sebagai peluang untuk menyebarluaskan ajaran Islam. Di antara mereka yang tertarik dengan ajarannya ialah sekumpulan orang dari Yatsrib. Mereka menemui Rasulullah dan beberapa orang yang telah terlebih dahulu memeluk Islam dari Mekkah di suatu tempat bernama Aqabah secara sembunyi-sembunyi. Setelah menganut Islam, mereka lalu bersumpah untuk melindungi para pemeluk Islam dan Rasulullah dari kekejaman penduduk Mekkah.
Tahun berikutnya, sekumpulan masyarakat Islam dari Yatsrib datang lagi ke Mekkah, mereka menemui  Rasulullah di tempat mereka bertemu sebelumnya. Abbas bin Abdul Muthalib, yaitu pamannya yang saat itu belum menganut Islam, turut hadir dalam pertemuan tersebut. Mereka mengundang orang-orang Islam Mekkah untuk berhijrah ke Yastrib disebabkan situasi kota Mekah yang tidak kondusif bagi keamanan para pemeluk Islam. Rasulullah akhirnya menerima ajakan tersebut dan memutuskan berhijrah ke Yastrib pada tahun 622 M.
Penduduk Yastrib ‘ yang kemudian berganti menjadi nama Madinah – menyambut kedatangan Rasulullah dengan meriahnya oleh para penduduk Madinah. Mereka mengucapkan berbagai macam syair untuk menyambut manusia mulia ini. Di sinilah manifestasi sebuah negara Islam pertama kali didirikan. Muhammad menyusun kekuatannya di Madinah bersama keluarga dan sahabat setianya yang rela meninggalkan tanah air dan hartanya untuk Tuhannya, Islam yang masih belia ini menyusun kekuatan untuk menghadapi kekuatan kaum Quraisy yang setiap saat siap untuk menghancurkan Islam yang dibangun ini, perang demi perang mulai dari Badar, Uhud, Khandaq, yang disetiap perang tampillah Al-Washi Muhammad yang selalu menjadi pemberi moral kepada pasukan untuk menghancurkan kafir Quraisy dengan Iman yang membara.
NEGARA ISLAM MADINAH
Penduduk Yastrib ‘ yang kemudian berganti menjadi nama Madinah – menyambut kedatangan Nabi. Mereka mengucapkan berbagai macam syair untuk menyambut manusia mulia ini. Di sinilah manifestasi sebuah negara Islam pertama kali didirikan. Muhammad menyusun kekuatannya di Madinah bersama keluarga dan sahabat setianya yang rela meninggalkan tanah air dan hartanya untuk Tuhannya, islam yang muda ini menyusun kekuatan untuk menghadapi kekuatan kaum Quraisy yang setiap saat siap untuk menghancurkan Islam yang dibangun ini, perang demi perang mulai dari Badar, Uhud, Khandaq, yang di setiap perang tampillah Al-Washi Muhammad yang selalu menjadi pemberi moral kepada pasukan untuk menghancurkan kafir Quraisy dengan Iman yang membara.
Negara Islam yang baru dibina di Madinah mendapat tentangan daripada kaum Quraisy di Mekah dan gangguan dari penduduk Yahudi serta kaum bukan Islam yang lain. Namun begitu, Nabi Muhammad s.a.w berjaya juga menubuhkan sebuah negara Islam yang mengamalkan sepenuhnya hukum yang berlandaskan syariat Islam. Muhammad dilantik sebagai ketua agama, tentara dan negara. Semua rakyat mendapat hak yang saksama. Piagam Madinah yang merupakan sebuah kanun atau perjanjian bertulis telah dibentuk. Piagam Madinah (Shahifatul Madinah) juga dikenal dengan sebutan Konstitusi Madinah, ialah sebuah dokumen yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW, yang merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya dengan semua suku-suku dan kaum-kaum penting di Madinah pada tahun 622. Piagam Madinah ini  disusun sejelas-jelasnya dengan tujuan utama untuk menghentikan pertentangan sengit antara Bani ‘Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Untuk itu dokumen tersebut menetapkan sejumlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas-komunitas pagan Madinah; sehingga membuat mereka menjadi suatu kesatuan komunitas, yang dalam bahasa Arab disebut Ummah. Piagam ini mengandungi beberapa pasal yang melibatkan hubungan antara semua rakyat termasuk kaum bukan Islam dan merangkum aspek politik, sosial, agama, ekonomi dan militer.
Islam adalah agama yang mementingkan kedamaian. Namun begitu, aspek pertahanan amat penting bagi melindungi agama, masyarakat dan negara. Rasulullah telah menyertai 27 kali ekspedisi tentara untuk mempertahankan dan menegakkan keadilan Islam. Peperangan yang ditempuhi Muhammad ialah Perang Badar (623 M/2 H), Perang Uhud (624 M/3 H), Perang Khandak (626 M/5 H) dan Perang Tabuk (630 M/9 H). Namun tidak semua peperangan diakhiri dengan kemenangan.
Pada tahun 625 M/ 4 Hijrah, Perjanjian Hudaibiyah telah dimeterai antara penduduk Islam Madinah dan kaum Musyrikin Mekah. Maka dengan itu, negara Islam Madinah telah diikrarkan. Nabi Muhammad SAW juga telah berhasil menguasai kota Mekah pada 630 M/9 H bersama dengan 10.000 orang para pengikutnya. Perang terakhir yang disertai oleh Rasulullah ialah Perang Tabuk dan Muhammad dan pengikutnya berhasil mencapai kemenangan yang gemilang.
Tahun kesebelas Hijrah, haji pertama Nabi dan kaum Muslimin tanpa ada seorang musyrik pun yang ikut di dalamnya, untuk pertama kalinya pula, lebih dari 10.000 orang berkumpul di Madinah dan sekitarnya, menyertai Nabi melakukan perjalanan ke Mekah, dan .. sekaligus inilah haji terakhir yang dilakukan oleh Nabi. Rombongan haji meninggalkan Madinah tanggal 25 Dzulqaidah . Langit, hingga hari itu, belum pernah menyaksikan pemandangan di muka bumi seperti yang ada pada saat itu. Lebih dari 100.000 orang, laki-laki dan perempuan ‘ dibawah sengatan Matahari yang amat terik dan di padang pasir yang sebelumnya tak pernah dikenal orang ‘ bergerak menuju satu arah. Medan ini merupakan lukisan paling indah dari satu warna yang menghiasi kehidupan manusia.
Nabi disertai semua istrinya, menginap satu malam di Dzi Al-Hulaifah, kemudian melakukan Ihram sepanjang Subuh, dan mulai bergerak… seluruh padang terisi gema suara mereka yang mengucapkan lafadz talbiyah, “labbaika Allahumma labbaik, labbaika laa syarika laka labbaika, innal hamada wanni’mata laka wal mulk laa syarika laka.! Aku memenuhi panggilanMu, ya Allah aku memenuhi panggilanMu. Aku memenuhi panggilanMu, tiada sekutu bagiMu, aku memenuhi panggilanMu. Sungguh segala puji dan nikmat adalah milikMu, begitu juga seluruh kerajaan, tiada sekutu bagiMu”.
Rasulullah juga telah menyampaikan amanat terakhir pada tahun itu juga. Amanat yang dimaksud adalah :
Wahai sekalian manusia, ketahuilah bahawa Tuhan kamu Maha Esa dan kamu semua adalah daripada satu keturunan iaitu keturunan Nabi Adam a.s. Semulia-mulia manusia di antara kamu di sisi Allah s.w.t. ialah orang yang paling bertakwa. Aku telah tinggalkan kepada kamu dua perkara dan kamu tidak akan sesat selama-lamanya selagi kamu berpegang teguh dengan dua perkara itu, iaitu kitab Al-Quran dan Sunnah Rasulullah.”
WAFATNYA RASULULLAH 
PAGI itu, hari Senin bulan Rabiul Awal tahun 11 H atau bertepatan dengan tanggal 6 Juni 632 M Rasulullah dengan suara terbata-bata memberikan petuah: “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan Cinta Kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah hanya kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, Sunnah dan Al-Qur’an. Barang siapa yang mencintai Sunnahku berarti mencintai aku, dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku,”.
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca. Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya. Ustman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba “Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” desah hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia.
Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar. Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana sepertinya tengah menahan detik-detik berlalu.
Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seseorang yang berseru mengucapkan salam.
“Assalaamu’alaikum… .Bolehkah saya masuk ?” tanyanya.
Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya kepada Fatimah.
“Siapakah itu, wahai anakku?”
“Tak tahulah aku ayah, sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut. Lalu Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak dikenang.
“Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. dialah Malaikat Maut,” kata Rasulullah. Fatimah pun menahan tangisnya.
Malaikat Maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit untuk menyambut ruh kekasih Allah dan Penghulu dunia ini. (sepertinya Malaikat Jibril Tidak Sanggup melihat Rasulullah dicabut nyawanya)
“Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?”  Tanya Rasulullah dengan suara yang amat lemah.
“Pintu-pintu langit telah dibuka, para malaikat telah menanti Ruhmu, semua pintu Surga terbuka lebar menanti kedatanganmu” kata Jibril. Tapi itu semua ternyata tidak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
“Engkau tidak senang mendengar kabar ini, Ya Rasulullah?” tanya Jibril lagi.
“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?”
“Jangan khawatir, wahai Rasulullah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: ‘Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya’,” kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan Ruh Rasulullah ditarik. Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
“Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini,” ujar Rasulullah mengaduh lirih.
Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.
“Jijikkah engkau melihatku, hingga kaupalingkan wajahmu, wahai Jibril?” tanya Rasulullah pada malaikat pengantar wahyu itu.
“Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direngut ajal,” kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik karena sakit yang tak tertahankan lagi.
“Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan kepada umatku.”
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya.
“Peliharalah salat dan santuni orang-orang lemah di antaramu”
Di luar pintu, tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
“Ummatii. ummatii. ummatii.”
“Wahai jiwa yang tenang kembalilah kepada tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya, maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam jannah-Ku.”
‘Aisyah ra berkata: ”Maka jatuhlah tangan Rasulullah, dan kepala beliau menjadi berat di atas dadaku, dan sungguh aku telah tahu bahwa beliau telah wafat.” 
Dia berkata: ”Aku tidak tahu apa yg harus aku lakukan, tidak ada yang ku perbuat selain keluar dari kamarku menuju masjid, yang di sana ada para sahabat, dan kukatakan:
”Rasulullah telah wafat, Rasulullah telah wafat, Rasulullah telah wafat.”
Maka mengalirlah tangisan di dalam masjid, karena beratnya kabar tersebut, ‘Ustman bin Affan seperti anak kecil menggerakkan tangannya ke kiri dan ke kanan.
Adapun Umar bin Khathab berkata: ”Jika ada seseorang yang mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah meninggal, akan kupotong kepalanya dengan pedangku, beliau hanya pergi untuk menemui Rabb-Nya sebagaimana Musa pergi untuk menemui Rabb-Nya.
Adapun orang yang paling tegar adalah Abu Bakar, dia masuk kepada Rasulullah, memeluk beliau dan berkata: ”Wahai sahabatku, wahai kekasihku, wahai bapakku.” 
Kemudian dia mencium Rasulullah dan berkata: ”Anda mulia dalam hidup dan dalam keadaan mati.”
Keluarlah Abu Bakar ra menemui orang-orang dan berkata: ”Barang siapa menyembah Muhammad, maka Muhammad sekarang telah wafat, dan barang siapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah kekal, hidup, dan tidak akan mati.”
‘Aisyah berkata: “Maka aku pun keluar dan menangis, aku mencari tempat untuk menyendiri dan aku menangis sendiri.”
Innalillahi wainna ilaihi raji’un, telah berpulang ke rahmatullah manusia yang paling mulia, manusia yang paling kita cintai pada saat dhuha ketika memanas di hari Senin 12 Rabiul Awal 11 H tepat pada usia 63 tahun lebih 4 hari. Shalawat dan salam selalu tercurah untuk Nabi tercinta Rasulullah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar